Analisis Puisi "Celaka 13" karya Remi Silado


Nama               : Indah Fitrianingrum
Rombel/NIM   : 2 / 2101414035

CELAKA 13
Puisi Remy Silado

kalau jalanan macet pada jam 18.00
padahal mobilmu korslet lampunya
dan di garis E bensinnya
lantas kau kebelet mau berak
celaka 13 kaulah yang paling sial
seperti berada di ambang kiamat setengah

1.      Lapis Bunyi
Lapisan norma pertama adalah lapisan bunyi (sound stratum). Bila orang membaca puisi, maka yang terdengar itu ialah rangkaian bunyi yang dibatasi jeda pendek, agak panjang, dan panjang. Tetapi suara itu bukan hanya suara yang tak berarti. Suara itu sesuai dengan konvensi bahasa, disusun begitu rupa hingga menimbulkan arti.
Lapis bunyi pada puisi di atas terdapat dalam baris pertama dan kelima.
Baris pertama terdapat asonansi a            : kalau jalanan macet pada jam 18.00
Baris kelima juga terdapat asonansi a      : celaka 13 kaulah yang paling sial

2.      Lapis Makna
Lapisan kedua adalah lapisan arti (units of meaning). Lapisan arti berupa rangkaian fonem, suku kata, frase, dan kalimat. Semuanya itu merupakan satuan-satuan arti, akan tetapi dalam karya sastra yang merupakan satuan minimum arti adalah kata. Kata dirangkai menjadi kelompok kata dan kalimat. Kalimat-kalimat berangkai menjadi alinea, bab, dan keseluruhan cerita ataupun keseluruhan sajak.
Lapis makna dalam puisi tersebut:
kalau jalanan macet pada jam 18.00 : kalau saat orang pulang kerja jam 18.00 (petang) keadaan jalanan sudah macet
padahal mobilmu korslet lampunya : padahal lampu pada mobilmu mati
dan di garis E bensinnya : dan bensinnya habis hampir habis
lantas kau kebelet mau berak : lalu kamu ingin sekali buang air besar
celaka 13 kaulah yang paling sial: Bilangan tigabelas di belakang celaka dimaksudkan untuk memberikan kesan betapa seriusnya suatu permasalahan dan ‘kaulah yang paling sial’ merupakan betapa sangat sialnya si Kau ini
seperti berada di ambang kiamat setengah : matilah si Kau karena tidak bisa apa-apa
3.      Lapis Ketiga
Rangkain satuan-satuan arti itu menimbulkan lapisan yang ketiga, yaitu objek-objek yang dikemukakan, latar, pelaku, dan semuanya itu berangkai menjadi dunia pengarang berupa cerita, lukisan, ataupun pernyataan.
Objek-objek yang dikemukakan : jalanan, mobilmu, lampunya, garis, bensinnya, kaulah, kiamat.
Pelaku atau tokoh                                    : Kau
Latar waktu                                    : jam 18.00 (petang)
Latar tempat                                   : jalanan yang macet
Dunia pengarang                           : Kau sedang berada di jalanan yang macet waktu orang pulang kerja. Lampu mobilnya mati dan bensinnya hampir habis. Lalu si Kau juga ingin sekali buang air besar. Si Kau mendapat kesialan yang sangat serius. Matilah si Kau karena tidak bisa berbuat apa-apa.
4.      Lapis Keempat
Lapisan norma keempat adalah “dunia” yang dipandang dari titik pandang tertentu yang tidak perlu dinyatakan secara eksplisit karena sudah terkandung di dalamnya (implisit). Makna yang dinyatakan secara jelas karena di dalamnya sudah terkandung .
Dipandang dari sudut pandang tertentu si Kau itu mendapat kesialan yang sangat serius. Saat jalanan macet, lampu mobil si Kau mati dan bensinnya hampir habis. Dia mendapatkan celaka 13 (kesialan yang sangat serius) dan matilah si Kau karena tidak bisa berbuat apa-apa.
5.      Lapis Metafisis
     Lapisan kelima adalah lapisan metafisis yang menyebabkan pembaca berkontemlasi. Lapisan metafisis juga berupa sifat-sifat metafisis (yang sublim, yang tragis, mengerikan atau menakutkan, dan yang suci).
Bagi masyarakat umum, angka 13 adalah angka yang paling dihindari. Karena dianggap sebagai angka sial. Bahkan, jika terkena musibah atau sedang apes, sampai muncul ungkapan “ Celaka 13 “. Celaka 13 dimaksudkan untuk memberikan kesan betapa seriusnya suatu permasalahan

0 komentar:

Posting Komentar