Cinta Datang Terlambat 1 (cerbung)
Cinta Datang Terlambat
![]() |
http://www.fimela.com/lifestyle-relationship/ |
Suara
riuh sorak-sorai penonton terdengar bersahut-sahutan di lapangan basket. Aku
melihat Alex yang asyik mendrible bolanya dengan senyuman manis yang membuat cewek-cewek
mabuk kepayang. Alex. Sahabatku satu ini memang idola sekolah ini. Semua orang ingin
menjadi pacarnya. Siapa yang tidak mau menjadi pacarnya seorang kapten baket,
tinggi, putih, ramah ke semua orang, dan satu lagi yang paling penting, dia
jomblo. Hei, seseorang yang kaya dia masih jomblo dan belum pernah pacaran. It’s so crazy, right?
“Nanda,
lihat tuh permainannya si Alex abis.” Putri histeris sendiri di sampingku.
Matanya intens mengamati gerak-geriknya Alex. Dia adalah salah satu fans setia
Alex.
“iya...iya....
dari dulu dia emang kaya gitu orangnya. Udah deh biasa aja. Gue udah bosen
lihat dia tiap hari.” Jawabku balik dengan malas. Aku memang sudah biasa
melihat Alex bertanding, bahkan melihat dia tidak pakai baju aja udah sering.
Secara rumahku sama rumahnya Alex sebelahan.
Pertandingan
sudah selesai dengan perolehan poin 70-71 dan timnya Alex yang menang. Tipis
memang selisihnya karena tim lawan merupakan saingan terberat timnya Alex.
Alex
langsung lari menuju ke bangku penonton tempatku dan Putri duduk. Dia duduk
sebelahku dan menyodorkan handuk kepadaku. Aku kebingungan menerima handuk itu.
“Buat apa?” tanyaku.
Alex
menyondongkan wajahnya padaku. Aku menyadari apa yang dimaksudnya. Dia
menyuruhku untuk mengelap keringatnya. “Nggak bisa sendiri ya?” sambil mengelap
wajahnya dengan kasar. Selalu saja begitu, tiap dia habis tanding langsung
mengahampiri aku buat mengelap keringatnya yang banyak itu.
“Harusnya
lo bangga bisa mengelap keringat gue. Tuh lihat cewek-cewek yang lainnya pada
ngiri ama elo” katanya sambil nyengir.
Aku
toyor saja kepalanya. “Kalo gitu sana minta cewek-cewek itu buat ngelapin
keringet lo. Ngapain masih minta gue buat ngelapin sih”
Dia
tertawa. “Nggak ah, ntar ada yang cemburu.” Sambil menaik turunkan alisnya
menggodaku.
“Siapa
coba yang cemburu? Gak ada tuh kayanya.” Aku sebel kalau udah kaya gini. Dia selalu
saja menggodaku. Padahal ada tuh gak ada rasa, eh mungkin belum ding. Aku dan Alex itu udah kaya
saudara, sahabat, dan ya pokoknya kaya gitulah. Mamanya aja udah nganggap aku
sebagai anak sendiri, begitu pula mamaku. Jadi hubungan kita tuh ya kaya gitu. It’s hard to explain.
Aku
menoleh ke Putri. Dia sedang melongo tanpa berkedip melihat Alex dari dekat.
“Jangan begong mulu dong, Neng.” Tanganku melambai-lambai di depan matanya tapi
dia tidak bereaksi.
“Ganteng
banget sih Alex.” Tanpa sadar Putri berkata
seperti itu. Duh ini anak gak lihat situasi apa gimana sih. Urat malunya
ketinggalan di rumah apa gimana kok bisa-bisanya sefrontal itu.
“Eh
sadar dong lo.” Aku mencolek lengannya. Dia kaget dan nyengir ke Alex. Haloo....
di sini ada orang lho. Apa berubah menjadi transparan ya? Kok nggak dianggap
banget.
Ponsel
Putri berdering, rupanya cowoknya menelponnya. Adit namanya. Ternyata Putri
udah dijemput Adit di depan sekolah. “Gue pulang dulu ya, kasihan Adit kalo
nunggu kelamaan. Dadaahh....” Aku mengangguk dan Alex mengacungkan jempolnya.
Ada
seorang cowok ganteng menghampiri aku dan Alex. Dia kapten basket tim Garuda
terlihat dari seragam yang dipakai. Dia menepuk pundak Alex lalu menyalaminya.
“Selamat bro, tim lo selalu main bagus.”
Alex
tersenyum dan berkata “Tim lo juga mainnya bagus kaya yang kemarin-kemarin.”
Mereka tertawa bersama dan aku hanya bisa diam meratapi nasibku yang malang
ini. Yaelah, lebay banget. Setelah itu, kapten tim Garuda kembali berkumpul
dengan teman-temannya.
“Ganteng
ih. Siapa tuh namanya?” tanyaku sambil menunjuk kapten tim Garuda dengan dagu. Duh
aku keceplosan. “Eh nggak jadi, gak jadi tanya namanya.”
Alex
meliriknya sebentar dan mengangguk. “Dion.” Lalu dia menggenggam tanganku erat
dan menarikku ke pinggir lapangan tempat
anak-anak tim Garuda berkumpul.
“Yon,
ada yang mau kenalan nih.” Kata Alex tanpa basa-basi.
Mukaku
merah seperti kepiting rebus. Dion mendekat kepada aku. Lalu mengulurkan
tangannya. Kami berjabat tangan. Rasanya seperti terbang bisa jabat tangan sama
orang ganteng kaya dia.
“Dion.”
“Nanda.”
Setelah
itu Alex tiba-tiba merangkulku dan berpamitan sama yang lain. “Kita pulang dulu
ya. Kalian tadi mainnya bagus” sambil mengacungkan jempolnya dan berjalan
menuju pintu keluar. Alex memang selalu begitu, kelakuannya gak bisa ditebak.
Suka merangkul-rangkul sembarangan. Aku kadang malu juga tapi seneng. Kadang
juga merasa risih, maksudnya risih terhadap tatapan-tatapan iri fans-fansnya
tapi bangga. Aneh.
“Ini
tangan gak pernah di sekolahin ya?” aku mencoba melepas rangkulannya Alex. Dia
lalu melepaskannya begitu saja tanpa berkata apapun.
Kami
pulang bersama seperti biasanya. Diperjalanan pulang Alex tidak ngomong apapun.
Aku kebingungan sendiri. Biasanya dia tidak pernah seperti ini. Apa dia
cemburu? Eh pikiran apa itu. Gak mungkinlah dia cemburu, emang aku siapanya.
Bukan pacarkan?
Aku
mengetuk-ketuk bahunya tiga kali. “Permisi, Mas.” Aku sengaja berkata seperti
itu supaya ada pembicaraan saat di jalan. Biasanya kita itu kalau di jalan
gak pernah diem. Selalu ngobrol, rame,
ketawa-ketawa samapi-sampai orang lain pada lihat dan kita jadi pusat
perhatian.
Tidak
ada respon darinya. “Woy, Mas. Permisi, apa nyawa masih dikandung badan?” aku sengaja teriak tepat di
telinganya supaya dia dengar.
“Gue
gak budek bego. Gue denger elo ngomong. Gue lagi konsentrasi nyetir nih. Gak
usah ganggu!” Jawabnya bentak. Duh pasti aku melakukan kesalahan nih
sampai-sampai dia marah kaya gini. Yaudah kalau dia marah, aku juga bisa marah
kalo dia cuek, aku juga bisa lebih cuek. Lihat aja siapa akhirnya yang tidak
tahan dengan keadaan.
Setelah
itu aku gak ngomong apapun lagi sampai rumah. Bilang terima kasih aja nggak.
Tadi aku langsung turun dan masuk ke dalam rumah. Rasanya sebel aja, aku nanya
baik-baik malah dibentak. Iya emang aku udah biasa dengan sifatnya, tapi kali
ini baru pertama kali dia marah sama aku sampai gak mau ngomong. Biasanya kalau
dia marah gak sampai bentak-bentak. Paling-paling dia ngediemin aku setengah
jam setelah itu seperti biasanya lagi. Tapi kali ini berbeda, cowok yang satu
ini semakin membingungkan. Pusing.
Esok
harinya aku berangkat sekolah dianterin Papa. Awalnya papa-mama bingung kok aku
minta dianterin papa nggak sama Alex aja. Dan kalian tau apa alasanku? Alasanku
adalah kan aku kangen udah lama nggak dianterin papa, udah bosen berangkat
bareng sama Alex terus. Ya, aku tidak sepenuhnya bohong sih.
Aku
bertemu Putri di depan gerbang. Kita berjalan bersama ke kelas. “Eh Alex mana?
Kok gue gak lihat?” Putri masih aja nyerocos nanyain Alex. Gak tau apa disini
ada orang yang lagi sebel sama dia.
“Adit
tau gak sih kalau kelakuan pacarnya kaya gini?”
Putri
nyengir dan geleng-geleng kepala. “Nggak. Hehe. Alex mana?”
“Tauk.
Udah mati kali.”
Putri
menghentikan langkahnya. Dia kaget. “Kalian lagi marahan? Kok tumben?” dia
tidak percaya.
“Tauk
ah. Gak usah bahas dia lagi.”
Aku
udah males kalau ada yang nyebut nama Alex. Gue sebel sama dia. Sebel, sebel,
sebel banget. Gue gak mau lagi kenal dia kalo dia gak minta maaf duluan. Aku
dianggap apa selama ini? Boneka? Hei, Aku juga cewek. Gak suka dikasarin. Ah
udahlah bosen gue kalo ngebahas tentang dia.
Bel
masuk berbunyi. Aku segera mengeluarkan buku pelajaran fisika. Aku memandang kursi
sebelahku, ternyata dia belum datang. Perasaanku tidak enak. Kenapa dia? Aduh aku
kan lagi marahan sama dia, ngapain khawatir segala. Secepatnya aku singkirkan
pikiran itu.
Bu
Marni datang, dibelakangnya ada seorang cowok ternyata Alex. Eh tapi kok
penampilannya berantakan banget, gak kaya biasanya. Alex masuk langsung jadi
pusat perhatian di kelas karena penampilannya yang kucel itu. Dia langsung
menuju bangku kami dan duduk tanpa say hi
atau apalah.
Aku
tidak bisa konsentrasi saat itu. Pikiranku masih ke Alex. Kucoba meliriknya
sedikit. Dia kelihatan tidak semangat dan pikirannya kosong. Tiba-tiba ada
penghapus papan tulis nyasar ke bangku kami. Aku dan Alex kaget, saling
berpandangan lalu berpaling lagi.
“Kalian
jangan bengong terus, perhatikan papan tulis.”
Aku
memperhatikan papan tulis tapi semua yang disampaikan oleh bu Marni hanya lewat
saja. Mungkin aku butuh ke UKS untuk menenangkan diri. Nanti saja kalau
istirahat.
Bel
istirahat berdering. Aku segera ke UKS. Sendiri. Aku mencoba menenangkan diri
sampai ketiduran di sana. Tanpa kusadari Alex ada di ranjang sebelahku. Pikiran
kita sama-sama kacau.
“Kamu
sakit?” tanya Alex lembut.
Aku
tetap tidak menjawab. Aku gak bisa menjawab. Cairan bening dari mataku meluncur
dengan mulus ke pipiku. Aku menangis dalam diam.
Alex
bangun dari ranjangnya dan mehampiri ranjangku. Dia duduk di kursi sebelah
ranjangku. “Kamu kenapa?” dia memegang tanganku lembut.
Aku
membelakanginya. Aku tidak mau menjawab pertanyaannya. Cukup. Aku gak suka
kalau dibentak-bentak kaya dulu.
Alex
menghembuskan nafas panjang. Seperti ada masalah berat yang sedang dihadapinya.
“Maaf.” kata yang akhirnya meluncur dari mulutnya. Dia lalu beranjak pergi ke
luar meninggalkanku sendirian disini.
Bel
sudah berdering 30 menit yang lalu dan Alex sudah pergi 20 menit yang lalu. Ponselku
bergetar. Ada pesan whatapps dari Putri.
Putri:
Lo sama Alex kemana? Jangan
pacaran terus.
Gue di UKS, mau
nenangin diri. Alex udah pergi dari sini 20 menit yang lalu. Emangnya belom
sampai ke kelas?
Belom. Makanya gue tanya lo.
Aku
lalu pergi mencari Alex. Ternyata dia ada di gudang sekolah. Tempat yang sepi
dan jarang terjamah oleh siswa. Aku melihatnya sedang merokok. Aku mengambil
rokok itu dari mulutnya dan menamparnya. Airmataku jatuh dengan sendirinya. Alex
memegangi pipi yang aku tampar tadi. Kasihan dia.
“Sejak
kapan kamu ngerokok? Hah? Kenapa? Kenapa, Lex? Lo kalau ada masalah cerita aja
ke aku. Jangan dipendam sendiri.”
Aku
langsung menarikku dalam pelukannya. Aku kaget. Dia memelukku erat sekali. Aku yakin
dia punya masalah yang begitu besar. Aku balas memeluknya dan membiarkan dia
memelukku selama yang dia mau, persetan dengan masalah kemarin.
“Gue
butuh elo, Nye. Jangan tinggalin gue. Maaf. Kemarin gue gak bermaksud bentak
elo. Gue kemarin sedikit ada masalah sama orang, maaf kalau pelampiasannya jadi
ke elo. Gue gak bisa jauh dari elo. I’m
nothing without you, Nye.” Alex menangis dalam pelukkanku.
Bersambung.......
0 komentar:
Posting Komentar