Pangeran Arja Wicitra
Cerpen ini merupakan saduran dari buku bacaan anak "Arja Wicita" Karya Ririen Ekoyanantiasih
Pangeran Arja Wicitra
Suatu hari, ketika Pangeran Arja Wicitra pulang dari
berburu di hutan. Ia melihat seorang bapak tua yang sedang melapor kepada
Baginda Badreswara. Bapak tua itu melaporkan bahwa ada seekor harimau yang
sudah memakan hewan ternaknya dan meresahkan warga. Mendengar hal itu Pangeran
tergerak hatinya untuk menangkap harimau itu agar Negeri Murda Negari kembali
aman.
Ketika bapak tua itu puulang. Pangeran Arja Wicitra
segera menemui ayahnya, Baginda Badreswara. Ia menyampaikan keinginannya untuk
memburu harimau itu.
“Ayahanda,
izinkanlah aku pergi ke hutan untuk menangkap harimau itu. binatang itu telah
meresahkan rakyat,” kata Pangeran.
Permaisuri terkejut mendengar
perkataan putranya. Raut wajahnya menunjukkan kesedihan dan kekhawatiran.
Permaisuri tidak mengizinkan Pangeran menangkap harimau itu karena sangat buas
dan berada di hutan yang sangat angker.
Namun Pangeran Arja Wicitra tetap
pada pendiriannya. Ia ingin menangkap harimau karena prihatin atas keadaan
rakyatnya. Akhirnya, dengan berat haati Baginda dan Permaisuri mengizinkan
Pangeran pergi memburu.
Pada hari yang sudah ditentukan,
Pangeran Arja Wicitra dan pasukannya meninggalkan istana, berburu harimau. Tak
lama kemudian, mereka sampai di hutan dan mendengar suara dari arah ilalang.
Ternyata ada harimau di sana. Setelah mengetahuinya, Pangeran secepatnya
memburu harimau. Anak panah pertamanya melesat dari busurnya namun tidak
mengenai sasarannya. Semua pasukannya juga ikut memburu, panah-panah mereka
juga tidak ada yang mengenai sasaran. Harimau itu sangat lincah menghindari
anak-anak panah dari mereka.
“Astaga,
harimau itu lolos dari bidikanku. Aneh! Tidak seperti biasanya, bidikan
panah-panahku selalu tepat kesasaran. Tetapi, kini mengapa semuanya meleset,”
kata Pangeran Arja wicitra dengan rasa tak percaya. “Cepat kejar harimau itu!
Jangan sampai lolos!”
Pangeran dan pasukannya terus mengejar kemanapun harimau itu berlari.
Tanpa disadarinya mereka telah melewati bukit, hutan, gunung, dan semak
belukar. Banyak pasukannya yang sudah kelelahan namun Pangeran Arja Wicitra
tetap semangat dan pantang menyerah. Mereka tetap mengejar harimau sampai di
suatu gua yang sekelilingnya tertutup oleh ilanang dan semak belukar.
Setelah melakukan perjalanan jauh.
Pangeran dan pasukanna sampai di Negeri Murda Ngarasma. Harimau itu masuk ke
gua yang berada di wilayag Negeri Murda Ngarasma. Tanpa menunggu komando Patih
Wira dan Pasukan segera masuk ke gua. Namun di dalam gua itu ada orang yang
sedang bertapa, yaitu Mayangkara, anak angkat Raja Ugradimanta.
Tiba-tiba Raja Ugradimanta datang ke
gua dan melihat Pangeran Arya Wicitra dan pasukannya kelelahan. Ia mengajak
Pangeran datang ke istananya. Saat di istananya Raja Ugradimanta, mereka dijamu
dengan baik.
Raja Ugradimanta mengajak Pangeran
Arja Wicitra dan Patih Wira berkeliling istanya. Pada suatu ruang khusus,
Pangeran melihat banyak lukisan disana. Ada satu lukisan wanita yang sangat
dikenalinya. Wanita dalam lukisan itu seperti Putri Diah Anargawati, calon
istrinya.
“Astaga,
wanita dalam lukisan ini benar-benar Dinda Diah Anargawati, Paman,” Pangeran
teriak kegirangan.
“Ada
apa, Pangeran. Apakah engkau mengenali wanita itu,” tanya Raja Ugradimanta
“Aku
tidak tahu mengapa lukisan itu ada di sini. Mungkin, putraku yang membawanya ke
sini sebagai koleksi. Setauku gambar wanita itu adalah Putri Raja Barata,”
jelas Raja Ugradimanta.
Pangeran Arja Wicitra masih
memandang lukisan itu dengan saksama. Akhirnya, ia mengajak Patih Wira segera
pulang ke negerinya. Sampai ke negerinya, Neregi Murda Negari. Pangeran Arja Wicitra
menceritakan perjalanannya kepada ayah dan ibunya dari memburu harimau hingga
diajak Raja Ugradimanta berkunjung ke istananya dan melihat lukisan Diah
Anargawati di sana. Kemudian Pangeran meminta orang tuanya untuk melamar Putri
Diah Anargawati.
“Baiklah,
besok, kita berangkat menuju istana Raja Barata” kata Raja Badeswara.
Pada hari yang sudah ditentukan,
Pangeran beserta orang tuanya pergi ke negeri Barata. Sesaat setelah sampai,
Pangeran Arja Wicitra menyadari bahwa kerajaan itu telah di serang oleh pasukan
Raja Pundarika. Hal itu disebabkan Raja Barata menolak lamaran Raja Pundarika
yang dikenal kejal dan bengis itu.
“Baginda
Raja, hamba mohon maaf. hamba datang terlambat sehingga tidak dapa membantu
kerajaan dari serangan musug,” kata Pangeran Arja Wicitra sambil memberi
hormat.
Kemudian, Pangeran menyampaikan
maksud kedatangannya yaitu hendak melamar Putri Diah Anargawati. Tiba-tiba Raja
tampak sedih. Ia menarik napas panjang dan berjalan mendekati Pangeran.
“Maafkan
kami, Pangeran. Kami terpaksa menyerahkan Putri Diah Anargawati kepada
Mayangkara karena ia telah berjasa besar” kata Raja Barata dengan suara lemah.
Pangeran terkejut ketika Raja Barata
menyebut nama Mayangkara. Dia mengingat-ingat siapa itu Mayangkara.
“Aku
berhutang nyawa pada Mayangkara” kata Raja Barata secara tiba-tiba memecah
keheningan istana. Kemudian, ia menceritakan keinginan Raja Pundarika dan
penyerbuan yang dilakukannya.
“Pangeran,
sekali lagi maafkan kami. Menurutku, jika masih berkenan menikahi putriku,
cobalah kau temui Mayangkara. Mintalah Putri Diah Anargawati secara baik-baik
karena ia sudah menjadi hak Mayangkara,” kata Raja Barata dengan bijak.
Akhirnya Pangeran kembali dengan
tangan hampa. Di dalam perjalanan pulang ia masih menunjukkan kesedihan dan kekecewaannya.
“Pangeran,
perkataan Raja Barata tadi benar. Kita datang ke Mayangkara dan kita minta
Putri Diah Anargawati secara baik-baik,” kata Patih Wira
Pangeran nmenyetujui usulan itu.
segera mereka berbalik arah menuju Negeri Murda Ngarasma. Sesampainya disana,
Pangeran mengungkapkan keinginannya untuk bertemu Mayangkara. Sesaat kemudian,
Pangeran Mayangkara keluar menemui Pangeran Arja Wicitra.
“Pangeran
Mayangkara aku datang dengan tujuan baik. Aku ingin melamar Putri Diah
Anargawati dan menikahinya. Aku mencitainya, Pangeran. Oleh karena itu, aku
mohon berikanlah Putri itu kepadaku,” kata Pangeran Arja Wicitra.
“Aku
tidak bisa Pangeran Arja Wicitra,” jawab Mayangkara tegas.
Karena Pangeran Mayangkara tidak
mengabulkan permintaan Pangeran Arja Wicitra, terjadilah pertandingan antara
dua pangeran itu untuk merebutkan Putri Diah Anargawati. Pertarungan
berlangsung dengan sengit. Di tengah pertandingan, penyamaran Pangeran
Mayangkara terbongkar. Ikat kepalanya terlepas dan jelaslah sudah Pangeran Mayangkara
adalah Putri Diah Anargawati yang menyamar. Dia menyamar karena dulu ignin
memburu harimau yang selalu merusak taman dan meresahkan rakyatnya.
Pangeran Arja Wicitra terkejut.
Ternyata yang bertanding dengan dirinya adalah calon istrinya. Pangeran sangat
menyesali perbuatannya itu. pangeran arja Wicitra meminta maaf kepada Putri
Diah Anargawati dan mengajaknya pulang ke negerinya.
Kemudian, pada hari yang sudah ditentukan, Pangeran
pergi ke istana Raja Barata. Ia melamar Putri Diah Anargawati. Akhirnya,
Pangeran Arja Wicitra menikah dengan Putri Diah Anargawati. Pesta pernikahan
dilaksanakan sangar meriah tujuh hari tujuh malam. Rakyat pun berpesta
merayakan pernikahan tersebut.
0 komentar:
Posting Komentar