Analisis Tokoh dan Penokohan Roman Sitti Nurbaya



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang

Sitti Nurbaya (Kasih Tak Sampai), adalah roman yang paling populer di antara roman-roman dan novel yang pernah terbit di Indonesia. Pengarangnya seorang dokter hewan sekaligus menjadi sastrawan kelahiran Padang 7 Agustus 1889, Marah Rusli. Romannya penuh dengan gagasan yang mendahului zaman dia hidup. Dia menggugat kekolotan kaum bangsawan, keburukan poligami, serta masalah-masalah sosial lain dalam lingkungannya guna melahirkan sebuah reformasi sosial.
Sitti Nurbaya menceritakan cinta remaja antara Samsulbahri dan Sitti Nurbaya, yang hendak menjalin cinta tetapi terpisah ketika Samsu pergi melanjutkan sekolah ke Jakarta. Tidak lama kemudian, Nurbaya menawarkan diri untuk menikah dengan Datuk Meringgih  sebagai cara untuk ayahnya hidup bebas dari utang. Nurbaya kemudian dibunuh oleh Meringgih karena dia ketahuan ke Jakarta bertemu dengan Samsulbahri. Pada akhir cerita Samsu, yang menjadi anggota tentara kolonial Belanda, membunuh Meringgih dalam suatu revolusi. Samsu menjadi tentara kolonial Belanda karena ingin balas demdam atas kematian Siti Nurbaya. Samsu lalu meninggal akibat lukanya saat perang dengan Datuk Meringgih.

Bagaimana tokoh dan penokohan dalam roman Sitti Nurbaya? Dalam makalah ini akan dibahas  secara lengkap tentang tokoh dan penokohan.









BAB II
PEMBAHASAN
2.1  Tokoh dan Penokohan dalam Roman Sitti Nurbaya
1.      Sitti Nurbaya  
a.       Punya belas kasih (baik hati)
-          Ah, jangan Sam. Kasihanilah orang tua itu! Karena ia bukan baru sehari dua bekerja pada ayahmu, melainkan telah bertahuntahun.
b.      Baik hati, sopan
-          Anak ini pun seorang gadis, yang dapat dikatakan tiada bercacat, karena bukan rupanya saja yang cantik, tetapi kelakuan dan adatnya, tertib dan sopannya, serta kebaikan hatinya, tiadalah kurang daripada kecantikan parasnya.
c.       Cerdik, pandai
-          Oleh sebab ia anak seorang yang kaya dan karena ia cerdik dan pandai pula, ia disukai dan disayangi pula oleh temantemannya.
d.      Sabar
-          "Ah, tetapi waktu itu masih lama lagi," katanya pula dalam hatinya, "masih tujuh tahun. Adakah dapat aku menunggu selama itu? Mengapa tidak," jawabnya sendiri pula.
e.       Rela berkorban
-          "Jangan dipenjarakan ayahku! Biarlah aku jadi istri Datuk Meringgih!"
2.      Samsulbahri
a.       Tingkah lakunya baik, sopan, halus bahasanya
-          Ia bukannya seorang anak yang pandai sahaja, tingkah lakunya pun baik; tertib, sopan santun, serta halus budi bahasanya.
b.      Lemah lembut, berani
-          Walaupun ia rupanya sebagai seorang anak yang lemah-lembut, akan tetapi jika perlu, tidaklah ia takut menguji kekuatan dan keberani¬annya dengan siapa saja; lebih-lebih untuk membela yang lemah.
c.       Tidak memandang bulu
-          Dalam hal itu, tiadalah ia pandang-memandang bangsa ataupun pangkat.

d.      Suka menolong
-          Tatkala Samsu mendengar suara sahabatnya minta tolong, tiadalah ia berpikir panjang lagi, lalu melompat berlari ke tempat suara itu kedengaran, takut kalau-kalau Bakhtiar mendapat sesuatu kecelakaan.
3.      Datuk Meringgih
a.       Kikir
-          Suatu sifat yang ada padanya, yang dapat menambah kekayaannya itu, ialah ia amat sangat kikir.
b.      Suka berpoligami
-          Berapa kali ia telah kawin dan bercerai, tiadalah dapat dibilang.
c.       Kasar, bengis, bodoh, pandai berdagang
-          Rupanya buruk, umurnya telah lanjut, pakaian dan rumah tangganya kotor, adat dan kelakuannya kasar dan bengis, bangsanya rendah, pangkat dan kepandaianpun tak ada, selain dari pada kepandaian berdagang.
d.      Bakhil, loba, tamak, tidak punya belas kasih, sifatnya kasar
-          Saudagar ini adalah seorang yang bakhil, loba dan tamak, tiada pengasih dan penyayang, serta bengis kasar budi pekertinya.
4.      Sutan Mahmud Syah
a.       Bijak, perhatian
-          Baiklah, tetapi hati-hati engkau menjaga dirimu dan si Nurbaya! Jangan sampai ada alangan apa-apa dan jangan berlaku yang tiada senonoh.
b.      Baik tingkah lakunya
-          Di antara Penghulu-penghulu yang delapan di kota Padang waktu itu, Sutan Mahmud inilah yang terlebih dipandang orang, karena bangsanya tinggi, rupanya elok, tingkah lakunya pun baik; pengasih penyayang kepada anak buahnya, serta adil dan lurus dalam pekerjaannya.
c.       Melanggar adat
-          Bukankah telah adat nenek moyang kita, yang sebagai itu? Mengapa tiada hendak diturutnya?
5.      Baginda Sulaiman
a.       Pasrah dengan keadaan
-          Biarlah harta yang masih ada ini hilang ataupun aku masuk penjara sekalipun, asal jangan bertambah-tambah pula dukacitamu.
b.      Penuh kasih sayang
-          Itulah yang menjadi alangan padaku; itulah yang menggoda pikiranku. Bila aku tak ada dalam dunia ini, menjadilah Nurbaya seorang anak yatim piatu, yang tidak beribu-bapa dan sunyi pula daripada segala sanak saudara kaum keluarga. Bagaimanakah halnya kelak, sepeninggalku; sebatangkara di atas dunia ini? Siapakah yang akin menolongnya dalam segala kesusahannya, dan siapakah yang akan menunjuk mengajarnya dalam kesalahannya? Karena maklumlah engkau, umurnya baru setahun jagung belum tahu hidup sendiri, belum tahu kejahatan dunia dan belum merasai azab sengsara yang sebenar-benarnya.
6.      Rukiah
a.       Pemalu
-          Rukiah tunduk kembali kemalu-maluan, serta merah mukanya.
b.      Penurut
-          Setelah itu, anak perawan ini lalu pergi ke dapur, mengerjakan apa yang telah dikatakan ibunya.
7.       Putri Rubiah
a.       Dengki, bengis, kasar
-          Pada air mukanya yang agak berlainan dengan wajah muka Sutan Mahmud, terbayang tabiatnya yang kurang baik, yaitu dengki dan bengis.
b.      Kolot
-          Sudah berapa kali hamba minta kepada Kakanda, supaya anak itu disekolahkan, tetapi Kakandalah yang tak suka, karena tak baik, kata Kakanda, anak perempuan pandai menulis dan membaca; suka menjadi jahat.
c.        Perhatian
-          Baiklah, tetapi hati-hati menjaga diri! Pangkat dapat dicari, tetapi nyawa tak dapat disambung dan bawalah keris pusaka Ayah itu besar tuahnya.


d.      Taat pada adat yang sudah ada
-          Anakku putri, bangsanya tinggi, tak perlu bekerja untuk mencari makan. Biarpun ia bodoh, masih banyak orang kaya dan bangsawan yang suka kepada ketinggian bangsanya.
-          Memang engkaulah saudaraku yang sesungguhsungguhnya, membangkitkan batang terendam, yang tahu adat istiadat dan menjunjung tinggi pusaka nenek moyang kita dan tahu menghargakan ketinggian kebangsawanan kita dan menjalankan kewajiban kepada saudara dan kemenakannya," kata putri Rubiah, memuji-muji adiknya itu.
8.      Sutan Hamzah
a.        Taat pada adat yang sudah ada
-          Itulah yang menjadikan heran hatiku; tak dapat kupikirkan bagaimana ingatannya sekarang ini. Bukankah telah adat nenek moyang kita, yang sebagai itu? Mengapa tiada hendak diturutnya? Malu aku rasanya mempunyai saudara sedemikian ini.
b.      Suka berpoligami
-          Apabila mentua hamba tiada cakap atau tiada sudi lagi membelanjai hamba, hamba ceraikan anaknya dan hamba kawini perempuan lain, yang mampu; tentu dapat hamba uang jemputan dua tiga ratus rupiah dan berisilah pula kocek hamba.
c.       Suka berjudi
-          Katanya tak patut seorang bangsawan berjudi dan rnenyabung ayam.
d.      Boros
-          Apabila ada uangnya 100 rupiah, sehari itu juga dihabiskannya, diboroskannya atau diperjudikannya.
9.      Pak Ali
a.       Setia
-          Kasihanilah orang tua itu! Karena ia bukan baru sehari dua bekerja pada ayahmu, melainkan telah bertahuntahun. Dan di dalam waktu yang sekian lamanya itu, belum ada ia berbuat kesalahan apa-apa.

b.      Suka menolong, tulus
-          Mendengar perkataan ini, menolehlah Samsu ke belakang lalu segera menjabat tangan kusir Ali, minta terima kasih atas pertolongan dan setianya. 
10.  Zainularifin
a.       Jahil
-          "Supaya jangan sampai kekurangan kue-kue, bukan? Dipanggil hantu kue pun tak mengapa," kata Arifm sambil tertawa-tawa mengganggu sahabatnya ini. 
-          "Dengan tangan dan gigi, seperti engkau mengamuk kuekue," jawab Arifin dengan tertawa, sebab ia dapat pula mengganggu sahabatnya ini. 
b.      Suka mencemooh orang
-          Akan tetapi Bakhtiar tiada mengindahkan cemooh Arifin ini, istimewa pula karena takutnya belum hilang.
11.  Bahtiar
a.       Rakus
-          "Sedikitkah atau banyakkah kaumakan kue-kue itu?" tanya Arifin. 
"Sepuas-puas hatiku, sampai tak termakan lagi," jawab Bakhtiar.
b.      Ceroboh
-          Hanya Bakhtiarlah yang tiada berkata-kata, seakan-akan malu atau menyesal rupanya akan perbuatannya yang ceroboh itu.
12.  Sitti Maryam
a.       Penuh kasih sayang, selalu memberi nasihat
-          "Tahu-tahu membawakan diri: mandi di hilir-hilir, berkata di bawah-bawah. Janganlah disamakan saja dengan di sini; janganlah disangka masih anak orang berpangkat juga di sana, sebab engkau akan berdiri sendiri lagi, jauh daripada kami, sekalian. Bila ada apa-apa, lekaslah tulis surat kepada Ayahmu!" lalu Sitti Maryam menyapu air matanya, yang berlinang-linang di pipinya.
13.  Sitti Alimah
a.       Perhatian
-          "Tutuplah jendela ini, Nur, supaya engkau kelak jangan mendapat penyakit! Rasailah angin yang masuk ini!" Lalu Alimah memegang tangan Nurbaya perlahan-lahan, seraya mengangkatnya dan memimpinnya ke tempat tidurnya.
b.      Baik hati
-          Setelah sejurus, berkata pula Nurbaya, "Lim, kebaikanmu ini tiada dapat kubalas, melainkan kupohonkanlah siang dan malam kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, moga-moga dilimpahkannya rahmat dan rahim, berlipat ganda kepadamu, supaya bolehlah engkau mendapat selamat dan kesenangan dunia akhirat."
14.  Tuan Schout
a.       Patuh pada perintah
-          "Aku percaya akan perkataanmu," kata schout, "tetapi aku tiada dapat berbuat apa-apa, lain daripada menurut perintah yang kuterima ini." 
15.  Ahmad Maulana
a.       Taat beragama
-          Tiada berapa lama kemudian, selesailah mereka daripada berbuat bakti kepada Tuhannya, itu: tetapi Ahmad Maulana tiada lekaslekas berdiri dari tikar sembahyangnya, melainkan terus membaca doa, sampai kepada waktu isya, lalu sembahyang pula. 
16.  Fatimah
a.       Amanah
-          "Masakan hamba gila, membukakan rahasia ini," jawab Fatimah.   
17.  Opsir Barat (Letnan Yan Van Sta)
a.       Riang, lucu, selalu bergembira
-          Opsir barat itu, cahaya mukanya riang dan lucu; kelakuannya pun bersetujuan benar dengan air mukanya, karena selalu bersukacita dan berolok-olok, seolaholah tidak dikenalnya kedukaan hati dan kesusahan dunia, melainkan kesukaan dan keriangan itulah yang selalu diingat dan dipikirkannya. 




BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Terdapat banyak tokoh dalam roman Sitti Nurbaya. Setiap tokoh memiliki sifat yang berbeda-beda, ada yang baik juga ada yang buruk. Tokoh yang baik (protagonis) yaitu Sitti Nurbaya, Samsulbahri, Baginda Sulaiman, Sutan Mahmud Syah. Tokoh antagonis yaitu Datuk Meringgih, Putri Rubiah, Sutan Hamzah. Selain itu, dari segi keterlibatannya dalam cerita tokoh dibedakan menjadi dua yaitu tokoh sentral atau tokoh utama dan tokoh periferal atau tokoh tambahan. Tokoh sentral dalam novel ini yaitu Sitti Nurbaya. Sedangkan tokoh periferal yaitu Samsulbahri, Baginda Sulaiman, Sutan Mahmud Syah, Datuk Meringgih.



Sinopsis:
Samsulbahri dan Sitti Nurbaya berteman sudah sejak kecil dan selalu bersama-sama seperti saudara. Samsulbahri adalah anak Sutan Mahmud Syah, Penghulu di Padang, sedangkan Sitti Nurbaya anak Baginda Sulaiman, seorang saudagar kaya di Padang. Hingga suatu hari, Samsulbahri harus berangkat ke Jakarta untuk melanjukan sekolahnya. Sebelum berangkat Samsulbahri menyatakan cintanya pada Sitti Nurbaya. Ternyata  perasaan itu terbalas. Betapa bahagianya hati mereka berdua. Sungguh berat rasanya bagi mereka karena harus berpisah.
Besoknya Samsulbahri dan teman-temannya, Arifin dan Bakhtiar berangkat untuk melanjutkan sekolah ke Sekolah Dokter Jawa dan Sekolah Opseter di Jakarta. Sudah tiga bulan sejak kepergian Samsulbahri. Nurbaya termenung  ketika seorang Pak Pos memberikan surat dari Samsulbahri. Setelah selesai membaca surat, dia tertidur. Kira-kira pukul dua malam dia terbangun karena mendengar 3 buah tokonya terbakar dan 5 perahu yang mengangkut kapal miliknya tenggelam. Sutan Mahmud curiga bahwa toko itu sengaja dibakar tapi dia tidak tahu siapa pelakunya karena sepertinya Baginda Sulaiman tidak punya musuh. Baginda meminjam uang kepada Datuk Maringgih. Saat jatuh tempo membayar hutang Baginda tidak mempunyai uang karena dia telah bangkrut. Bila dia tidak bisa melunasinya maka dia akan di penjara dan disita hartabendanya. Karena tak tega pada ayahnya, Nurbaya pun akhirnya menyerahkan diri untuk dinikahi oleh Datuk Maringgih.
Saat bulan Ramadhan, Samsu pulang dan menemui Nurbaya. Mereka berdua pun bercakap-cakap dan tanpa sengaja terbawa perasaan karena lama tak bertemu. Mereka berpelukan dan berciuman karena saking kangennya. Tanpa disengaja kejadian itu dilihat oleh Datuk Maringgih. Datuk Maringgih marah karena mereka bertemu diam-diam. Terjadilah keributan. Baginda Sulaiman buru-buru keluar dari biliknya dan ketika dia menurubi tangga, jatuhlah ia terguling-guling dan akhirnya meninggal. Nurbaya marah dan mengusir Datuk Maringgih dari rumahnya. Ayahnya pun dikuburkan di Gunung Padang. Sementara itu ayah Samsu mengusir Samsu dari rumahnya. Ibunya menangis dan akhirnya jatuh sakit. Pada saat itu juga Nurbaya dan Datuk Maringgih bercerai. Nurbaya pun tinggal di rumah sepupunya, Sitti Alimah. Nurbaya hanya termenung memikirkan kepergian Samsulbahri, Alimah yang melihatnya termenung berusaha menghiburnya. Alimah menyarankan untuk menyusul Samsu ke Jakarta. Sitti menyetujuinya dan akan berangkat Sabtu depan. Sitti merasa lega dan terlelap tidur besama Alimah. Kemudian Sabtu depan Nurbaya dan Pak Ali menaiki kapal dan akan segera berangkat ke Jakarta. Mereka tidak menyadari dua orang laki-laki mengikuti mereka. Mereka adalah Panglima Tiga dan Panglima Lima.. Panglima Tiga kembali ke Padang untuk memberitahukan Datuk Maringgih. Sedangkan Panglima Lima masih mengikuti Sitti Nurbaya. Di kapal tiba-tiba ada badai, Sitti pun duduk di kursi. Tiba-tiba Panglima Lima muncul dan hendak melempar Sitti ke laut. Tapi Sitti duluan minta tolong dan Pak Ali pun segera menolongnya. Mendengar banyak orang yang datang, Sitti Nurbaya pun disuruh beristirahat di kamar sakit. Saat kapal tiba, Samsu segera menuju kamar sakit dan menjenguk Sitti. Tiba-tiba datang schout memeriksa dan menyerahkan surat pada Samsu yang ternyata berasal dari Datuk Maringgih yang isinya menuduh Sitti mengambil barang-barang milik Datuk Maringgih. Ketika tidak ditemukan apa-apa mereka pun keluar dari kapal itu. Pada suatu ketika, tampak Sitti Nurbaya dan Sitti Alimah sedang becakap-cakap. Ketika mereka sedang bercakap-cakap didengarlah suara tukang jualan kue. Sitti membeli 4 buah lemang. Ketika dia memakannya dia pun tertidur. Setelah diperiksa, ternyata dia sudah tidak bernapas lagi. Ternyata yang menjual kue itu adalah Pendekar Empat, anak buah Datuk Maringgih. Ibu Samsu yang sakit keras di kampung sebelah pun tiba-tiba berpulang. Makam kedua jenazah ini dikuburkan dekat makam Baginda Sulaiman. Samsu yang mendengar kabar ini merasa sedih dan terpukul. Dia pun menembakkan pistol ke kepalanya hingga berlumuran darah. Sepuluh tahun kemudian tampak dua orang opsir berjalan. Salah satunya adalah Letnan Mas yang gagah berani di medan perang sehingga tanda bintang pun menghiasinya. Suatu hari dia ditugaskan ke Padang untuk memungut uang belasting. Karena masyarakat disana tak setuju dengan peraturan itu, terjadilah kerusuhan. Tampak Datuk Maringgih ikut menyerang. Letnan Mas pun segera menyerangnya.
Setelah diamati, ternyata Letnan Mas adalah Samsulbahri. Betapa terkejutnya dia, tetapi peperangan tetap berlangsung. Hingga pistol Samsu mengenai Datuk Maringgih dan parang Datuk Maringgih mengenai Samsu. Terkaparlah mereka berdua. Letnan Mas segera dibawa ke dokter. Disana dia meminta untuk bertemu dengan Sutan Mahmud. Setelah itu, dia pun meninggal. Beberapa tahun kemudian Sutan Mahmud pun meninggal. Di Gunung Padang tampak 5 buah nisan berjejer. Dimana itu adalah makam dari Baginda Sulaiman, Sitti Nurbaya, Samsulbahri, Sitti Maryam, dan Sutan Mahmud.


2 komentar:

  1. Terima Kasih Info Ini Sangat Membantu Bagi Saya Karena Saya Ada Ujian Praktek Di Sekolah Dan Harus Membuat Resensi Buku Dan saya Memilih Buku Ini Dan Info Ini Membantu Saya Dlm Mengerjakanya

    BalasHapus